Jumat, 23 November 2012

komunikasi kelompok


A.    Pengertian dan Karakteristik Komunikasi Kelompok
1.      Pengertian Kelompok
Kelompok dapat diartikan sejumlah orang yg terlibat dlm interaksi pd suatu pertemuan tatap muka, di mana setiap anggota mendapat kesan yg jelas, sehingga seseorang baik di saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dpt memberikan tanggapan kepada yang lainnya.
Menurut ADLER & RODMAN, Kelompok adalah sekumpulan kecil orang yg saling berinteraksi, biasanya tatap muka dlm waktu yg lama guna mencapai tujuan tertentu. Ada 4 elemen kelompok yaitu: interaksi, waktu, ukuran, tujuan.
2.      Pengertian Komunikasi Kelompok menurut para ahli
            Menurut goldberg & larson, Komunikasi Kelompok adalah suatu bidang studi penelitian & terapan yg secara umum tidak menitikberatkan perhatiannya pd proses kelompok, tetapi pd tingkah laku individu dlm diskusi kelompok tatap muka yg kecil.
Selain pengertian diatas burgoon & ruffner juga memberikan definisi mengenai komunikasi kelompok, yaitu interaksi tatap muka dr tiga atau lebih individu utk memperoleh yg dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dpt menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dgn akurat. (ada 4 unsur: interaksi tatap muka, jumlah partisipan, tujuan & kemampuan anggota utk menumbuhkan karakteristik anggota lainnya)
3.      Karakteristik Komunikasi Kelompok
            Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu norma dan peran.
      Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang- orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu sama lainnya. severin dan tankard (2005: 220) menyebutkan ada dua jenis norma, yaitu deskriptif dan perintah. Norma deskriptif  menentukan apa yang seharusnya dilakukandalam sebuah konteks, sedangkan norma perintah menentukan apa  yang umumnya disetujuai oleh masyarakat.
      Terdapat tiga kategori norma dalam kelompok yaitu norma sosial, prosedural, dan tugasnorma sosial mengatur hubungan dianatar anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan secara rinci bagaimana suatu kelompok mengambil keputusan, harus beroperasi, dan pada akhirnya pada lkesepakatan kelompok. Norma tugasmengatur bagaimana pekerjaan harus dilakukan ( sendjaja 2002: 3.6).
                Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Menurut soerjono soekanto, seseorang telah menjalankan peran apabila telh melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan keduduknnya.
                Menurut adler & rodman  peran dalam komuikasi kelompok meliputi fungsi tugas dan pemeliharaanFungsi Tugas yaitu pemberi informasi, pemberi pendapat, pencari informasi dan pemberi aturan.Sedangkan  Fungsi Pemeliharaan meliputi pendorong partisipasi, penyelaras, penurunan ketegangan, penanganan persoalan pribadi.
Menurut brilhart, ada 5 karakteristik komunikasi dalam kelompok, yaitu:
  1. Meliputi sekelompok kecil orang (2-20) sehingga setiap orang menjadi sadar & mampu bereaksi terhadap yang lainnya.
  2. Untuk keberhasilan pencapaian tujuan setiap orang harus terikat dalam kondisi saling ketergantungan.
  3. Setiap orang harus mempunyai rasa saling memiliki & mengidentifikasi diri dengan anggota kelompok lain.
  4. Interaksi secara oral, walau tidak seluruh interaksi berlangsung secara oral, tapi yang signifikan melalui pembicaraan.
  5. Perilaku didasarkan pd norma-norma, nilai & prosedur yg diterima tiap anggota.
  1. Prinsip dasar komunikasi kelompok
Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hamper semua aspek kehidupan. Ia bias merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan pengethuan para anggotanya (kelompok belajar) dan ia bias pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecahan masalah). Jadi, banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam seuatu kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest) kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi dirinya dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain (misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisosial.
Ada empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman tersebut, yaitu :
Elemen pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.
Elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
Elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompk. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu kemampuan setiap anggota kelompk untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi rekasi pada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama.
Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

PEMOGOKAN


Pemogokan atau mogok kerja adalah merupakan salah satu persoalan yang dapat meresahkan dunia usaha dan mengganggu hubungan kerja,keharmonisan dalam hubungan industrial serta keharmonisan kehidupan sosial masyarakat. karena melibatkan banyak pihak yang terkait. Di lain pihak bagi pekerja yang melakukan pemogokan kadang-kadang hanya merupakan keterpaksaan sebagai akibat buntunya pembicaraan atau tidak adanya komunikasi yang baik antara management dengan para pekerja/buruh, pada akhirnya mereka menempuh jalan mogok kerja demi menunjukkan integritas hak mereka dalam perundingan. Adanya kebuntuan atau mis-komunikasi, seakan tidak ada lagi jalan lain yang dapat ditempuh untuk dapat dipenuhinya keinginan mereka (para) pekerja/buruh.
Terkait dengan itu, sseperti apa yang disampaikan oleh Drs. Soewarto bahwa faktor dominan yang menjadi pemicu dan pendorong terjadinya pemogokan adalah kurang intensif dan kurang efektifnya komunikasi antara pekerja/buruh termasuk organisasinya dengan management (pengusaha). Disamping itu juga dikemukakan, bahwa ditemui beberapa faktor objektif, baik dari kalangan pekerja/buruh maupun management yang juga ikut mempengaruhi timbulnya kasus pemogokan atau mogok kerja. Lantas, bagaimana menghindari agar tidak terjadi mogok kerja, ataupun kalau harus terjadi tanpa melanggar aturan dan ketentuan. Terkait dengan itu, perlu difahami arti mogok kerja dalam perspektif Undang-Undang.
Menurut Pasal 137  Pasal 143 UUK, bahwa mogok kerja merupakan hak dasar pekerja / buruh dan serikat pekerja/serikat buruh (trade union). Oleh karena itu, dalam melaksanakan hak dasar tersebut, siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh untuk menggunakan hak mogok kerja sepanjang dilakukan secara sah, tertib dan damai. Demikian juga, siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib dan damai sesuai dengan ketentuan, asalkan mogok kerja tersebut dilakukan sebagai akibat gagalnya perundingan.
Penjelasan Pasal 137 UU No. 13/2003 disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan gagalnya perundingan yang menjadi alasan mogok kerja adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena :
  1. pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh (trade union) atau pekerja / buruh telah 2 (dua) kali meminta secara tertulis kepada pengusaha untuk berunding dalam tenggang waktu 14 (empatbelas) hari kerja; atau
  2. pengusaha mau melakukan perundingan, akan tetapi- perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu (deadlocked) sebagai yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Dengan demikian, penyebab terjadinya mogok kerja, selain tidak adanya kehendak salah satu pihak untukmelakukan komunikasi dengan baik, juga dapat terjadi karena kebuntuan komunikasi atau tidak adanya kesepakatan (deadlocked) dalam pembicaraan sesuai dengan tuntutan (penawaran) masing-masing.
            Pernyataan  “mengalami jalan buntu atau deadlocked” ini sering digunakan oleh pekerja atau serikat pekerja untuk memaksakan kehendak guna memenuhi tuntutan mereka. Dan apabila tidak dipenuhi tuntutan yang deadlocked tersebut, maka pekerja akan beraksi. Oleh karena itu kalimat ”gagalnya perundingan” harus diterjemahkan tidak hanya karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan, akan tetapi juga pengusaha telah melakukan perundingan akan tetapi setelah ditangani oleh petugas dari instansi ketenagakerjaan belum tercapai tuntutan dari pihak pekerja.
B.     Tuntutan dalam mogok kerja
Pemogokan atau mogok kerja sebagai alat (sarana) untuk mencapai tujuan pada awalnya muncul karena adanya tuntutan-tuntutan pekerja/buruh. Jika tuntutan-tuntutan tersebut dikaitkan dengan norma-norma hukum, maka dapat dibedakan menjadi tuntutan normatif dan tuntutan tidak normatif.
Tuntutan normatif adalah tuntutan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagai akibat pihak pengusaha (majikan) tidak memenuhi kewajiban yang diletakkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya tuntutan perbaikan struktur dan skala upah, tuntutan pembayaran THR dan sebagainya.
Dalam banyak kasus, tuntutan normatif yang paling menonjol adalah masalah pemutusan hubungan kerja (PHK), keikutsertaan dalam program jamsostek, tuntutan hak cuti, hak atas upah kerja lembur, pembentukan serikat pekerja (trade union) dan pelaksanaan UMR (sekarang UMP atau UMK/K). Kesemuanya itu merupakan hak pekerja/buruh yang seharusnya dilaksanakan secara konsekwen oleh management. Apabila pengawasan ketenagakerjaa berjalan baik, semestinya hak-hak normatif tidak perlu dituntut melalui mogok kerja, karena itu semua merupakan bagian dari penegakan hukum (law emporcement). Namun menurut Drs. Suwarto dengan terbatasnya jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan, maka pekerja/buruh ikut mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan .
Sebaliknya, tuntutan tidak normatif adalah tuntutan yang tidak didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, misalnya pemberian bonus tahunan bagi pekerja back office, tuntutan pemberian kesejahteraan lebih baik kepada pekerja dan keluarganya.
Selain dapat dilihat dari segi normatif atau tidak normatif, tuntutan pekerja/buruh dalam melakukan pemogokan / mogok kerja pekerja/buruh dapat dilihat dari segi lain, yakni mogok kerja bertendensi ekonomi, dan mogok kerja yang bertendensi non-ekonomi.
Mogok kerja yang bertendensi ekonomi, apabila pemogokan dilakukan oleh pekerja/buruh yang didasarkan pada tuntutan yang bernilai uang, misalnya tuntutan kenaikan upah, tuntutan pemberian uang makan dan transport, ataukah tuntutan yang berkenaan dengan pemberian fasilitas perumahan atau tempat tinggal di siteplan (semacam mess). Sebaliknya, mogok kerja yang bertendensi non-ekonomi, apabila pemogokan dilakukan oleh pekerja/buruh tidak berdasarkan pada tuntutan yang bernilai uang, seperti misalnya tuntutan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan dan restrukturisasi jabatan-jabatan dalam perusahaan, atau tuntutan utnuk meminta penggantian pimpinan perusahaan atau pimpinan unit kerja yang melakukan tindakan sewenang-wenang.
Dalam hal pekerja / buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, maka pekerja/buruh berhak mendapatkan upah . Dengan kata lain, apabila pekerja/buruh melakukan mogok kerja secara sah yang bukan merupakan tuntutan normatif, pada prinsipnya pekerja tidak berhak atas upah (no work no pay) , kecuali management dapat memberi toleransi upah tetap dibayar  .
C.    Dampak pemogokan
1.      Kerugian materiil bagi perusahaan karena berkurangnya jam kerja buruh
2.      Berkurangnya jam kerja secara mikro menurunkan hasil produksi dan secara makro merupakan salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
3.      Frekuensi pemogokan yang tinggi dan berskala besar serta dalam waktu yang lama bisa menimbulkan ketidakstabilan ekonomi dan politik.
4.      Ketidakstabilan ekonomi dan politik yang terjadi pada gilirannya menganggu iklim investasi.
5.      Mengganggu kegiatan ekspor-impor.
D.    Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pemogokan.
Upaya penyelesaian mogok kerja kadang-kadang merupakan suatu seni tersendiri. Terkadang antara mogok kerja yang satu dengan mogok kerja lainnya berbeda teknik dan cara penanganan serta penyelesaiannya. Walaupun demikian dalam peraturan perundang-undangan diatur norma secara umum antara lain, bahwa sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan (melakukan mediasi) dan merundingkan dengan para pihak yang berselisih (pihak / kelompok yang mogok kerja dengan management). Dalam hal perundingan (mediasi) tersebut menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama (PB) yang ditanda-tangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang ketenagakerjaan sebagai saksi.
Dalam hal perundingan (mediasi) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial  yang berwenang, yakni pengadilan hubungan industrial (PHI) atau arbitrase -dalam hal menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar trade union.  Sedangkan terkait dengan gagalnya perundingan yang tidak menghasilkan kesepakatan, maka atas dasar perundingan (antara pengusaha dengan trade union atau penanggung-jawab mogok kerja) tersebut, mogok kerja dapat diteruskan (tidak bekerja) atau dihentikan untuk sementara (kembali bekerja / masuk kerja sementara waktu) atau dihentikan sama sekali (dimana pekerja kembali masuk kerja seperti biasa).

komunikasi antar budaya



Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang- orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau  sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara  hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari  generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996).  Komunikasi antar budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya  sosiolinguistik), sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat  disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama komunikasi lintas  budaya, khususnya psikologi lintas budaya.   Pertumbuhan komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama perusahaan – perusahaan yang melakukan ekspansi  pasar ke luar negaranya notabene negara – negara yang ditujunya memiliki aneka  ragam budaya.
Selain itu, makin banyak orang yang bepergian ke luar negeri  dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan bisnis, liburan,  mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan  tujuan untuk menetap selamanya.   Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita  dapat menyaksikan beragam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik  melalui layar televisi, surat kabar, majalah, dan media on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi, jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat  ragam peristiwa yang terjadi di belahan dunia.  Berbicara mengenai komunikasi antarbudaya, maka kita harus melihat dulu bebrapa defenisi yang diikutif oleh Ilya Sunarwinadi ( 1993: 7-8 )  berdasarkan pendapat para ahli antara lain : 
 1. Sitaram ( 1970 )  : Seni untuk memahami dan saling pengertian antara  khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural communication…the art of  understanding and being understood by audience of mother culture ).  
2.  Samovar dan Porter ( 1972 )  : Komunikasi antarbudaya terjadi  manakala bagaian  yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa  serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai  yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai  (intracultural communication obtains whenever the parties to acommunications  act to bring with them different experiential backgrounds that reflect along- standing deposit of group experience, knowledge, values).  
3. Rich ( 1974 ) : Komunikasi antarbudaya terjadi ketika orang-orang yang  berbeda kebudayaan (communication is intercultural when accuring between  peoples of different cultures).  
4.  Young Yun Kim ( 1984 )  : Komunikasi antarbudaya adalah suatu  peristiwa yang merujuk dimana orang-orang yang terlibat didalamnya baik secara  langsung maupun  tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang berbeda  (intercultural communication…refers  the communication phenomenon in which participant, different in cultural background, come into direct or indirect contact  which one another).  
Seluruh defenisi  diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan  pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menetukan dalam  berlangsungnya proses komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya  memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku–pelaku komunikasi, tetapi  titik perhatian utamanya tetep terhadap proses komunikasi individu-individu atau  kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan  interaksi.   Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua  sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang dikatakan Edward T. Hall, bahwa “komunikasi adalah budaya” dan budaya adalah komunikasi”. Pada suatu sisi, komunikasi  merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya  masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat  lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai  untuk kelompok tertentu.  
  1. PRINSIP- PRINSIP KOMUNIKASIANTAR BUDAYA
1.      Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
2.      Bahasa sebagai cermin budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahankomunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
3.      Mengurangi Ketidakpastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.
4.      kesadaran diri dan perbedaan antar budaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
5.       Interaksi awal dan perbedaan antar budaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu terdapat kemungkinan salah persepsi dansalah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
6.      Memaksimalkan hasil interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya terdapat tindakan-tindakan yang berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, maka pelaku komunikasi terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif, maka pelaku mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, pelaku membuat prediksi tentang perilaku mana yang akan menghasilkan hasil positif. Pelaku akan mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, dan sebagainya. Pelaku komunikasi kemudian melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurutnya akan memberikan hasil negatif.
 
SOSIOLOGI ONLINE © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. KAPTEN BUDI SULAIMAN