- Ciri- Ciri Masyarakat Multikultural
- Masyarakat Multikultural
Pada hakikatnya masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang
masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda.
Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki
karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu di
masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup
berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan
yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya.
Indonesia merupakan masyarakat
multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang masing-masing
mempunyai struktur budaya yang berbedabeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari
perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-lain. Pada
dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat
tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang
dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar
nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri
fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain,
serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat. Selain itu, masyarakat
kultural dapat diartikan sebagai berikut.
a. Pengakuan terhadap berbagai
perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b. Perlakuan yang sama terhadap
berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas.
c. Kesederajatan kedudukan dalam
berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok
serta budaya.
d. Penghargaan yang tinggi terhadap
hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan.
e. Unsur kebersamaan, kerja sama,
dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.
2. Multikulturalisme
Multikulturalisme
adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam
multikulturalisme, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat Indonesia)
dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut
yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan
dari masing-masing suku bangsa yang sangat jelas dan belum tercampur oleh warna
budaya lain membentuk masyarakat yang lebih besar.
inti multikulturalisme adalah kesediaan
menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan,
tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama.
Sedangkan fokus multikulturalisme terletak pada pemahaman akan hidup penuh
dengan
perbedaan sosial budaya, baik secara individual maupun kelompok dan masyarakat.
Dalam hal ini individu dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan
budaya. Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu strategi dan integrasi
sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga dapat
difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme dan
disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau
ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan melahirkan persatuan kuat,
tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka) budaya bangsa inilah yang lebih
menjamin persatuan bangsa.
Keragaman
struktur budaya dalam masyarakat menjadikan multikulturalisme terbagi menjadi
beberapa bentuk, yaitu:
a.
Multikulturalisme Isolasi
Masyarakat
jenis ini biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi
yang saling mengenal satu sama lain. Kelompok-kelompok tersebut pada dasarnya
menerima keragaman, namun pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya
mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya.
b.
Multikulturalisme Akomodatif
Masyarakat
ini memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian-penyesuaian dan
akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat
multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan
ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, serta memberikan kebebasan
kepada kaum minoritas untuk mengembangkan/mempertahankan kebudayaan mereka.
Sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan.
c.
Multikulturalisme Otonomi
Dalam
model ini kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality)
dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka
politik yang secara kolektif dapat diterima. Prinsip-prinsip pokok kehidupan kelompok-kelompok
dalam multikultural jenis ini adalah mempertahankan cara hidup mereka
masing-masing yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok dominan. Mereka juga
menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana
semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
d.
Multikulturalisme Kritikal/Interaktif
Jenis
multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana kelompok-kelompok
yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut kehidupan otonom, akan tetapi lebih
menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif
distingtif mereka. Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak, bahkan berusaha
secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan budaya
kelompok-kelompok minoritas.
e.
Multikulturalisme Kosmopolitan
Kehidupan
dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala macam batas-batas
kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap individu tidak lagi terikat
pada budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu tiap individu bebas dengan kehidupan-kehidupan
lintas kultural atau mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
- PENYEBAB TERJADINYA MASYARAKAT MULTIKULTURAL
1. Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara
di dunia yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi
sebab adalah keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup dan berkembang di
berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya
apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat,
bahasa, kebiasaan, dan lain-lain. Kompleksitas nilai, norma, dan kebiasaan itu
bagi warga suku bangsa yang bersangkutan mungkin tidak menjadi masalah.
Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus berinteraksi sosial
dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, apa yang akan terjadi denganmu saat
harus bertemu dan berkomunikasi dengan temanmu yang berasal dari suku bangsa
yang lain?
2.
Keanekaragaman Agama
Letak
kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan dua benua,
jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman masyarakat
dan budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka
Indonesia menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk
jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi dengan
bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan
kebudayaan.
Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar Islam, Hindu, Buddha,
juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah
bangsa
Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan
berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda. Kerukunan
antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena tidak satu
agama pun yang mengajarkan permusuhan. Tetapi, mengapa juga tidak jarang
terjadi konflik atas nama agama?
3.
Keanekaragaman Ras
Salah satu
dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang bisa masuk
dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita
bisa merunut bagaimana asal usulnya. Bangsa-bangsa asing itu
tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi juga mampu berkembang secara
turun-temurun membentuk golongan sosial dalam masyarakat kita. Mereka saling berinteraksi
dengan penduduk pribumi dari waktu ke waktu.
Bahkan ada
di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan perekonomian nasional. Misalnya,
keturunan Cina. Permasalahannya, mengapa sering terjadi konflik dengan orang
pribumi?
Dari
keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi menimbulkan konflik
sosial. Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga
kelompok sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1.
Pandangan Primordialisme
Kelompok
ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika seperti suku,
ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis
maupun budaya.
2.
Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut
mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang
digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik
dalam bentuk materiil maupun nonmateriil.
3.
Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok
ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang
dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi
pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki
yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka
persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah.
Kenyataan ini menjadikan suatu tantangan baru
bagi bangsa untuk mewujudkan masyarakat multikultural yang damai. Upaya membangun Indonesia yang
multikultural dapat dilakukan dengan cara dan langkah yang tepat. Pertama
menyebarkan konsep multikulturalisme secara luas dan memahamkan akan pentingya
multikulturalisme bagi bangsa Indonesia, serta mendorong keinginan bangsa
Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman
hidupnya. Kedua, membentuk
kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme
dan
bangunan konsep-konsep yang mendukungnya. Ketiga, berbagai upaya dilakukan
untuk dapat mewujudkan cita-cita ini.
- KONFLIK YANG MUNCUL AKIBAT KEANEKARAGAMAN
Sebagaimana telah dijelaskan di depan
bahwa keragaman suku bangsa yang dimiliki Indonesia adalah letak kekuatan
bangsa Indonesia itu sendiri. Selain itu, keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki nilai tambah di mata
dunia. Namun, di sisi lain realitas keanekaragaman Indonesia berpotensi besar
menimbulkan konflik sosial berbau sara (suku, agama, ras, dan adat). Oleh
karena itu, kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa diperlukan guna mencegah
terjadinya perpecahan yang mengganggu kesatuan bangsa.
Konflik-konflik
yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat keanekaragaman etnis,
agama, ras, dan adat, seperti konflik antaretnis yang terjadi di Kalimantan
Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.
Di
Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat birokrasi dan hukum
terhadap suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan yang mendalam.
Akhirnya, perasaan ini meledak dalam bentuk konflik horizontal. Masyarakat Dayak
yang termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang
diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu kelompok tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Sedangkan di Poso, Sulawesi Tengah konflik bernuansa sara
mula-mula terjadi pada tanggal 24 Desember 1998 yang dipicu oleh seorang pemuda
Kristen yang mabuk melukai seorang pemuda Islam di dalam Masjid Sayo. Kemudian
pada pertengahan April 2000, terjadi lagi konflik yang dipicu oleh perkelahian antara
pemuda Kristen yang mabuk dengan pemuda Islam di terminal bus Kota Poso.
Perkelahian ini menyebabkan terbakarnya permukiman orang Pamona di Kelurahan Lambogia.
Selanjutnya, permukiman Kristen melakukan tindakan balasan.
Dari dua kasus tersebut terlihat betapa
perbedaan mampu memicu munculnya konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang
disikapi dengan antisipasi justru akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan
banyak orang. Oleh karena
itu, bagaimana kita bersikap dalam keanekaragaman benar-benar perlu
diperhatikan.
- PEMECAHAN MASALAH KEANEKARAGAMAN
Setidaknya
ada dua potensi yang bisa dijadikan dasar pijakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang terjadi di masyarakat yang multikultural seperti Indonesia.
- menggunakan kerarifan lokal
Ada sisi positif dan negatif dari kehadiran
ratusan suku bangsa di Indonesia. Selain bisa memperkaya khazanah kebudayaan
nasional, juga menjadi pemicu munculnya disintegrasi sosial. Sering kita dengar
terjadinya perang antarsuku atau konflik sosial antaretnis di Indonesia. Ada
banyak alasan yang mendasarinya. Tetapi, yang
menarik adalah ternyata banyak suku bangsa yang mempunyai mekanisme atau
cara di dalam menyelesaikan permasalahan itu.
Kisah
tentang kehidupan masyarakat di Lembah Baliem, bisa jadi merupakan contoh
kearifan lokal yang dapat kita jadikan referensi dalam upaya mencarikan solusi
atas permasalahan antaretnis atau antarsuku bangsa di Indonesia.
- menggunakan kearifan nasional
Pada saat kita dihadapkan pada beragam konflik
dan sengketa yang terjadi di antara etnis atau suku bangsa yang ada di
Indonesia, belajar dari sejarah adalah cara yang paling tepat. Pada masa penjajahan Belanda kita
merasakan betapa sulit merangkai nilai persatuan untuk sama-sama menghadapi
bangsa penjajah. Hingga ketika kita mulai
menyadarinya
di tahun 1928. Saat itu kita mengakui Indonesia sebagai identitas bersama, yang
mampu mengatasi sejumlah perbedaan kebudayaan di antara suku bangsa yang ada.
Nasionalisme Indonesia pun terbentuk dalam wujud pengakuan bahasa, tanah air,
dan kebangsaan. Dampaknya adalah perjuangan menghadapi kolonialisme Belanda
semakin menampakkan hasilnya.
Puncak
dari pencarian identitas itu ditemukan pada saat Pancasila disepakati sebagai
dasar negara dan petunjuk/arah kehidupan bangsa. Kompleksitas keragaman
masyarakat dan budaya di Indonesia pun bisa diakomodasi bersama. Dasar negara
inilah yang digunakan oleh para founding fathers kita pada saat
mendirikan sebuah negara nasional baru. Disebut negara nasional karena negara
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar